by agusampurno
Kata perubahan sepertinya semakin akrab di telinga. Apalagi ketika salah satu pemimpin di negara adi daya memenangkan pertarungan politik pemilihan di negaranya dengan semboyan ‘change’ atau perubahan. Dalam dunia pendidikan sepertinya kata perubahan belum terlalu akrab dalam praktek dan perwujudannya. Masih banyak sekolah dan guru sebagai aktor utama di sekolah, berpikir bahwa untuk apa berubah?” Toh bagini saja saya sudah akan terima gaji dan pendapatan tiap bulan?” atau ungkapan yang ini “untuk apa berubah, kalo hal itu malah akan membuat pekerjaan menjadi bertambah dan mempersulit?” Menariknya jauh dari dalam lubuk hati guru sendiri sebenarnya ada perasaan ingin memberi yang terbaik bagi pekerjaan atau profesi yang ditekuni. Namun perasaaan enggan keluar dari zona nyaman lah yang membuat perasaan tadi pupus.
Mari sejenak lupakan zona nyaman itu, sekarang lihatlah suasana pembelajaran di kelas anda. Jika tanda-tanda dibawah ini ada dan sedang terjadi di sekolah anda, tunggu apa lagi mari berupaya bersama-sama dengan komponen sekolah untuk mencari jalan keluar dan mengusahakan perubahan.
1. Tidak ada kerjasama antar subyek pembelajaran. Guru asyik dengan subyek dan pembelajarannya sendiri di kelas. Menganai bagaimana kerjasama yang baik antar bidang studi saya punya contoh menarik, dalam situs aksi guru saya melihat sebuah kerjasama yang baik antara guru bahasa dan guru bimbingan konseling saat siswa membuat video mengenai bullying. Silahkan baca pengalamannya dan buktikan betapa guru dan siswa menikmati proses tersebut. Jadi tunggu apa lagi, wahai para guru mari sama-sama lakukan sinergi
2. Guru menggunakan dan mengembangkan kurikulum agar siswa bisa menghafal fakta-fakta. Pertanyaan guru dalam menilai siswa hanya berputar pada fakta yang dengan sekuat tenaga siswa hapalkan. Sangat jauh dari tantangan bagi siswa saat mereka besar nanti yang membutuhkan kreativitas dan daya analisa yang mumpuni untuk bisa bersaing.
3. Siswa ditekankan belajar hanya untuk meraih ‘nilai’ yang tinggi. Sama sekali tidak dihubungkan dengan belajar sebagai kebiasaan sampai mereka besar nanti. Karena sesunguhnya belajar adalah proses, maka dengan menanamkan beajar hanya untuk nilai maka siswa akan sekuat tenaga mencapai nilai yang ‘tinggi’. Jadi jangan salahkan siswa jika mereka mencontek dan berbuat curang, karena dimata mereka guru hanya memerlukan nilai yang bagus dan bukan proses ‘menemukan’ pengetahuan sebagai pembelajar.
4. Guru dan buku teks adalah satu-satunya sumber pengetahuan. Kehidupan di kelas dan sekolah hanya berkisar pada buku teks dan guru. Mari merubah pandangan bahwa guru mesti tahu segala, jadikan semua hal yang ada di sekitar sekolah sebagai sumber pembelajaran. Baik orang-orang , profesi serta kehidupan di sekitar sekolah, mereka adalah ‘guru’ yang bisa membukakan mata siswa bahwa proses belajar bisa berasal dari dan didapat dari mana saja.
5. Guru menulis perencanaan pembelajaran di RPP nya dengan kata-kata “Siswa dapat memahami atau siswa bisa menyebutkan..”. Serta sederet kata-kata lain yang intinya siswa hanya diminta untuk mengingat detail, menghafal, dan menguasai pengetahuan sebanyak-banyaknya tanpa diminta berpikir kritis dan adanya proses mempertanyakan kembali pengetahuan apa yang sudah mereka dapat dikelas.
6. Siswa pasif dan gurunya yang aktif. Di kelas yang terjadi adalah guru aktif berceramah selama jam pelajaran, dan siswa dihukum jika lengah atau tidak mendengar. Padahal di jaman sekarang susah sekali meminta siswa mendengar lebih dari 15 menit, lebih dari waktu itu pikiran mereka akan melayang ke tempat lain. Jadi daripada marah kepada siswa lebih baik cari strategi pembelajaran sebanyak-banyak nya agar guru tidak jadi orang yang membosankan dikelas.
Jumat, 11 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Text widget
Twitter Update
Jumat, 11 Desember 2009
6 tanda sekolah anda perlu berubah
by agusampurno
Kata perubahan sepertinya semakin akrab di telinga. Apalagi ketika salah satu pemimpin di negara adi daya memenangkan pertarungan politik pemilihan di negaranya dengan semboyan ‘change’ atau perubahan. Dalam dunia pendidikan sepertinya kata perubahan belum terlalu akrab dalam praktek dan perwujudannya. Masih banyak sekolah dan guru sebagai aktor utama di sekolah, berpikir bahwa untuk apa berubah?” Toh bagini saja saya sudah akan terima gaji dan pendapatan tiap bulan?” atau ungkapan yang ini “untuk apa berubah, kalo hal itu malah akan membuat pekerjaan menjadi bertambah dan mempersulit?” Menariknya jauh dari dalam lubuk hati guru sendiri sebenarnya ada perasaan ingin memberi yang terbaik bagi pekerjaan atau profesi yang ditekuni. Namun perasaaan enggan keluar dari zona nyaman lah yang membuat perasaan tadi pupus.
Mari sejenak lupakan zona nyaman itu, sekarang lihatlah suasana pembelajaran di kelas anda. Jika tanda-tanda dibawah ini ada dan sedang terjadi di sekolah anda, tunggu apa lagi mari berupaya bersama-sama dengan komponen sekolah untuk mencari jalan keluar dan mengusahakan perubahan.
1. Tidak ada kerjasama antar subyek pembelajaran. Guru asyik dengan subyek dan pembelajarannya sendiri di kelas. Menganai bagaimana kerjasama yang baik antar bidang studi saya punya contoh menarik, dalam situs aksi guru saya melihat sebuah kerjasama yang baik antara guru bahasa dan guru bimbingan konseling saat siswa membuat video mengenai bullying. Silahkan baca pengalamannya dan buktikan betapa guru dan siswa menikmati proses tersebut. Jadi tunggu apa lagi, wahai para guru mari sama-sama lakukan sinergi
2. Guru menggunakan dan mengembangkan kurikulum agar siswa bisa menghafal fakta-fakta. Pertanyaan guru dalam menilai siswa hanya berputar pada fakta yang dengan sekuat tenaga siswa hapalkan. Sangat jauh dari tantangan bagi siswa saat mereka besar nanti yang membutuhkan kreativitas dan daya analisa yang mumpuni untuk bisa bersaing.
3. Siswa ditekankan belajar hanya untuk meraih ‘nilai’ yang tinggi. Sama sekali tidak dihubungkan dengan belajar sebagai kebiasaan sampai mereka besar nanti. Karena sesunguhnya belajar adalah proses, maka dengan menanamkan beajar hanya untuk nilai maka siswa akan sekuat tenaga mencapai nilai yang ‘tinggi’. Jadi jangan salahkan siswa jika mereka mencontek dan berbuat curang, karena dimata mereka guru hanya memerlukan nilai yang bagus dan bukan proses ‘menemukan’ pengetahuan sebagai pembelajar.
4. Guru dan buku teks adalah satu-satunya sumber pengetahuan. Kehidupan di kelas dan sekolah hanya berkisar pada buku teks dan guru. Mari merubah pandangan bahwa guru mesti tahu segala, jadikan semua hal yang ada di sekitar sekolah sebagai sumber pembelajaran. Baik orang-orang , profesi serta kehidupan di sekitar sekolah, mereka adalah ‘guru’ yang bisa membukakan mata siswa bahwa proses belajar bisa berasal dari dan didapat dari mana saja.
5. Guru menulis perencanaan pembelajaran di RPP nya dengan kata-kata “Siswa dapat memahami atau siswa bisa menyebutkan..”. Serta sederet kata-kata lain yang intinya siswa hanya diminta untuk mengingat detail, menghafal, dan menguasai pengetahuan sebanyak-banyaknya tanpa diminta berpikir kritis dan adanya proses mempertanyakan kembali pengetahuan apa yang sudah mereka dapat dikelas.
6. Siswa pasif dan gurunya yang aktif. Di kelas yang terjadi adalah guru aktif berceramah selama jam pelajaran, dan siswa dihukum jika lengah atau tidak mendengar. Padahal di jaman sekarang susah sekali meminta siswa mendengar lebih dari 15 menit, lebih dari waktu itu pikiran mereka akan melayang ke tempat lain. Jadi daripada marah kepada siswa lebih baik cari strategi pembelajaran sebanyak-banyak nya agar guru tidak jadi orang yang membosankan dikelas.
Kata perubahan sepertinya semakin akrab di telinga. Apalagi ketika salah satu pemimpin di negara adi daya memenangkan pertarungan politik pemilihan di negaranya dengan semboyan ‘change’ atau perubahan. Dalam dunia pendidikan sepertinya kata perubahan belum terlalu akrab dalam praktek dan perwujudannya. Masih banyak sekolah dan guru sebagai aktor utama di sekolah, berpikir bahwa untuk apa berubah?” Toh bagini saja saya sudah akan terima gaji dan pendapatan tiap bulan?” atau ungkapan yang ini “untuk apa berubah, kalo hal itu malah akan membuat pekerjaan menjadi bertambah dan mempersulit?” Menariknya jauh dari dalam lubuk hati guru sendiri sebenarnya ada perasaan ingin memberi yang terbaik bagi pekerjaan atau profesi yang ditekuni. Namun perasaaan enggan keluar dari zona nyaman lah yang membuat perasaan tadi pupus.
Mari sejenak lupakan zona nyaman itu, sekarang lihatlah suasana pembelajaran di kelas anda. Jika tanda-tanda dibawah ini ada dan sedang terjadi di sekolah anda, tunggu apa lagi mari berupaya bersama-sama dengan komponen sekolah untuk mencari jalan keluar dan mengusahakan perubahan.
1. Tidak ada kerjasama antar subyek pembelajaran. Guru asyik dengan subyek dan pembelajarannya sendiri di kelas. Menganai bagaimana kerjasama yang baik antar bidang studi saya punya contoh menarik, dalam situs aksi guru saya melihat sebuah kerjasama yang baik antara guru bahasa dan guru bimbingan konseling saat siswa membuat video mengenai bullying. Silahkan baca pengalamannya dan buktikan betapa guru dan siswa menikmati proses tersebut. Jadi tunggu apa lagi, wahai para guru mari sama-sama lakukan sinergi
2. Guru menggunakan dan mengembangkan kurikulum agar siswa bisa menghafal fakta-fakta. Pertanyaan guru dalam menilai siswa hanya berputar pada fakta yang dengan sekuat tenaga siswa hapalkan. Sangat jauh dari tantangan bagi siswa saat mereka besar nanti yang membutuhkan kreativitas dan daya analisa yang mumpuni untuk bisa bersaing.
3. Siswa ditekankan belajar hanya untuk meraih ‘nilai’ yang tinggi. Sama sekali tidak dihubungkan dengan belajar sebagai kebiasaan sampai mereka besar nanti. Karena sesunguhnya belajar adalah proses, maka dengan menanamkan beajar hanya untuk nilai maka siswa akan sekuat tenaga mencapai nilai yang ‘tinggi’. Jadi jangan salahkan siswa jika mereka mencontek dan berbuat curang, karena dimata mereka guru hanya memerlukan nilai yang bagus dan bukan proses ‘menemukan’ pengetahuan sebagai pembelajar.
4. Guru dan buku teks adalah satu-satunya sumber pengetahuan. Kehidupan di kelas dan sekolah hanya berkisar pada buku teks dan guru. Mari merubah pandangan bahwa guru mesti tahu segala, jadikan semua hal yang ada di sekitar sekolah sebagai sumber pembelajaran. Baik orang-orang , profesi serta kehidupan di sekitar sekolah, mereka adalah ‘guru’ yang bisa membukakan mata siswa bahwa proses belajar bisa berasal dari dan didapat dari mana saja.
5. Guru menulis perencanaan pembelajaran di RPP nya dengan kata-kata “Siswa dapat memahami atau siswa bisa menyebutkan..”. Serta sederet kata-kata lain yang intinya siswa hanya diminta untuk mengingat detail, menghafal, dan menguasai pengetahuan sebanyak-banyaknya tanpa diminta berpikir kritis dan adanya proses mempertanyakan kembali pengetahuan apa yang sudah mereka dapat dikelas.
6. Siswa pasif dan gurunya yang aktif. Di kelas yang terjadi adalah guru aktif berceramah selama jam pelajaran, dan siswa dihukum jika lengah atau tidak mendengar. Padahal di jaman sekarang susah sekali meminta siswa mendengar lebih dari 15 menit, lebih dari waktu itu pikiran mereka akan melayang ke tempat lain. Jadi daripada marah kepada siswa lebih baik cari strategi pembelajaran sebanyak-banyak nya agar guru tidak jadi orang yang membosankan dikelas.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Labels
- kreatif (1)
About Me
- www.rendravisual.blogspot.com
- kreatif atau mati 081931194193 buku tahunan, clothing garment, Advertising rendragarment@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
http://outoforder03.blogspot.com/